Rabu, 30 April 2008

SANDAL


Setiap hendak memasuki rumah-Nya, masjid, kita diharuskan melepaskan apapun alas kaki, entah itu sepatu mahal, sandal kulit ataupun bakiak. Kita sedang memasuki gerbang suci yang penuh damai dan harapan. Kita hendak bercengkrama dengan Dia yang kita cintai melebihi segalanya dalam hidup ini. Ar Rahman- ar Rahim.
Pelepasan sandal adalah simbol pembebasan diri dari keterikatan duniawi (materi). Benarkah sandal adalah salah satu simbol kemewahan dunia? “ Meski baju berharga jutaan, kalau sandalnya seharga kacang goreng, gengsi kita sama dengan penggorengan, hitam dan jelek”. Tukas istri tetangga yang sedang protes ke suaminya kemarin sore. Ya Allah, demikian rendahkah simbol dunia, sehingga sandal, tempat pijakan bisa menunjukkan nilai dan harga diri seseorang. Padahal semahal berapapun sebuah sandal, tempatnya tetap ditelapak kaki. Alat menginjak tanah, ludah dan kotor.

Setiap hendak shalat di rumah-Nya, kita diharuskan meninggalkan sandal kita dipelatarannya. Melepas sandal adalah simbol pengosongan diri (takhalli), bahwa kita sudah menanggalkan berbagai atribut kebanggaan. Jabatan yang mentereng, rumah mewah, harta berlimpah, gelar yang berderet, bahkan keluarga yang kita sayangi, sementara waktu kita tinggalkan. Menjumpai-Nya seperti gelas kosong, yang dengan penuh harap untuk diisi apa saja sesuai kehendak-Nya. Karena gelas yang kosong akan bisa menerima air nikmat dan hidayah. Gelas yang penuh dengan ego dan kesombongan tak akan pernah bisa menerima masukan, bahkan muntah, entah itu ilmu, hidayah ataupun cinta kasih.

Diceritakan, pernah seorang yang alim meninggalkan sandalnya saat hendak masuk masjid. Tak lama kemudian, masuk pula orang bijak yang membungkus sandalnya dan ikut dibawa masuk. Kejadian ini mengherankan bagi seseorang yang duduk-duduk diemperan masjid, dan menanyakannya ketika kedua orang itu keluar masjid. Sang alim menjawab”Saya meninggalkan sandal karena saya ikhlas dan tawakkal” sedang si orang bijak menjawab “saya membungkus dan membawanya, karena takut timbul pikiran jahat pada orang lain saat melihat sandal ini

Sebuah hikmah yang amat tinggi dari sebuah kejadian melepas sandal di rumah-Nya. Dengan menanggalkan atribut duniawi, kita menghadap-Nya bak seorang bayi yang polos dan telanjang, tanpa dosa dan cela, tanpa topeng dan kemunafikan. Dengan melepas sandal, Dia akan memeluk kita dengan pelukan kebahagiaan, melebihi kebahagiaan seorang bayi yang menemukan tetek ibunya disaat kehausan sedang mencekiknya.

Senin, 28 April 2008

TAUBAT


Jika engkau belum mempunyai ilmu

dan hanya persangkaan,

maka milikilah persangkaan yang baik tentang Tuhan.

Jika engkau baru mampu merangkak,

maka merangkaklah kepada-Nya!

Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,

maka tetaplah persembahkan doamu yang kering,

munafik dan tanpa keyakinan;

karena Tuhan dalam rahmat-Nya

tetap menerima mata uang palsumu.

Jika engkau masih mempunyai seratus keraguan

mengenai Tuhan,

maka kurangilah

menjadi sembilan puluh sembilan saja.

Wahai pengembara…!

Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,

ayolah datang,

dan datanglah lagi!

Karena Tuhan telah berfirman:

"Ketika engkau melambung ke angkasa

ataupun terpuruk ke dalam perut bumi,

ingatlah kepada-Ku,

karena Aku-lah jalannya." (Rumi)

Rabu, 23 April 2008

IKHLAS


"Saya tidak pernah berpikir menjadi lilin, karena saya tidak pernah memiliki kearifan seorang mahatma ghandi" (sonia gandi)
Keikhlasankah namanya, ketika lilin membakar tubuhnya hingga meleleh demi menerangi sekitarnya? Begitupun keikhlasan yang mendorong sepotong kayu membakar dirinya demi menghangatkan kedinginan di sekelilingnya. Dengan rasa kasih yang luas menyebabkan seseorang berlapang hati, memberikan miliknya untuk digunakan orang lain kendati akibatnya ia kehilangan kenyamanan.
bagaimana caranya 8untuk bisa ikhlas?
Tasauf mengajarkan semua bermula dan bermuara kepada telaga hati.
Membersihkan pekarangan hati bermula dari keinginan melakukan kontemplasi: apa makna kehadiran kita di bumi ini? Ditengah perjalanan hidup sejauh manakah kita memberikan manfaat bagi individu lain? maupun alam sekitar? adakah pertimbanagn lebih condong kepada kebatilan?
Mungkin kita bukan sosok yang gemar merenung, ketika Allah menyuruh hambanya untuk suka memikirkan, terutama yang berkaitan dengan kebesaran-Nya. maka, sebelum mencapai rumah ikhlas, sebaiknya kita terlebih dahulu ikhlas untuk melihat rumah kita, penyakit-penyakit hati kita: ego, tamak, dan merasa superior. maka akhirilah malam kita dengan kemauan menggeledah diri, untuk kemudian mengawali pagi dengan perbaikannya. Dengan demikian kita telah memulai pembersihan pekarangan hati.
Ketika pekaran hati mulai bersih, siramilah dengan dzikrullah. Dzikir menggiring kita untuk menghampiri-Nya, insya Allah kita pun dituntun untuk mengikuti sifat sifatnya. Bukankah Dia maha pengasih. Dengan menghampirinya kita akan dikasih dan diajari untuk mengasihi sesama, lingkungan bahkan alam lain. rasa kasih pasti bermuara pada keikhlasan terhadap sesama.
"Ya Tuhan, ajari aku untuk bisa ikhlas dalam mengabdi kepada-Mu, ikhlas dalam menyayangi sesama dan ikhlas terhadap apaun yang Kau berikan, karena itu adalah yang terbaik bagiku"

HAKEKAT TAQWA


Tiada bekal yang lebih baik dalam menuju Tuhan kecuali bekal taqwa. Taqwa memiliki posisi sentral dalam agama Islam. Banyak definisi mengenai taqwa, tetapi inti dari taqwa adalah 'ingat kepada Tuhan'. Dengan selalu ingat kepada-Nya, maka, kita akan selalu berusaha melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. kita akan terjaga dari perbuatan siasia dan mungkar serta berusaha berakhlaq dan berbudi pekerti luhur. dalam melakukan sesuatu bukan karena pengen dilihat oleh orang lain(riya') dan menjauhi kejelekan bukan karena takut dihukum. itulah esensi taqwa.
Dengan bertaqwa akan terbangun dalam diri kita (built in) pribadi ikhlas, jujur dan berakhlak luhur. taqwa adalah landasan hidup setiap muslim, selain itu adalah landasan yang tidak mengajak untuk taqwa. landasan non taqwa adalah ibarat pondasi rumah yang kita bangun di pinggir jurang yang terjal. apabila bibir jurang itu runtuh maka, rumah kita pun ikut runtuh. oleh sebab itu, sebaik baik bekal dalam hidup menuju Tuhan adalah bekal taqwa.

Senin, 21 April 2008

Malaikat Kecilku


Tak sengaja kutatap wajah Eriq, malaikat kecilku yang baru berumur 4 tahun. kagum kudibuatnya. sepasang bola mata yang bening, suci dan bersih. lama aku terdiam, berenang dalam talaga bening matanya yang indah.
Ya Allah. mata itu seakan menjewerku untuk ingat akan amanah yang dipercayakan Tuhan kepadaku. Amanah kehidupan yang masih lemah dan labil. mudah sakit dan ringkih. namun lucu dan membuatku selalu merindukannya.
wajahnya yang polos, senyumnya yang menyejukkan, tingkahnya yang sering membuatku terpingkal dan celotehnya yang riang bak bebek ditengah gerimis sore.
Semakin ku pandangi bola mata itu semakin aku terpojok dalam sudut-sudut kehidupan yang pernah kulalaui. jejak-jejakku berhamburan dimana-mana. ada yang masih baru dan banyak yang kusam dan kelabu. mata itu mengingatkan aku kepada jejak jejak yang tersia-sia.
ahhh... diujung umr yang semakin pendek, aku hanya seonggok tanah tak bermakna. apa yang telah kuberikan pada kehidupan kecil didepanku? apa manfaat yang kupersembahkan kepada sekitar? dan bening bola mata itu menjewreku untuk segera sadar akan amanah yang kuemban dan kulalaikan selama ini.
Terima kasih Tuhan. kau kirim malaikat kecil untuk mengingatkan aku kepada-Mu, amanah-Mu. Tuhan... kuingin memiliki hati sebening telaga dalam bola matanya. Thariq Irfan Rahman. Malaikat kecilku.

SEKUNTUM MAWAR



Adakah yang lebih indah dari sekuntum mawar merah merekah. Adakah yang lebih cantik melebihi sekuntum mawar yang merona. adakah yang lebih romantis melebih persembahan sekuntum mawar. Mawar adalah lambang cinta, kasih sayang dan harapan yang tak pernah pupus. Saat kau baca tulisan ini, adakah mawar yang juga merekah di hatimu.