Senin, 16 Juni 2008

malam

"Demi malam, pabila menutupi (cahaya siang)..."


Allah memberikan 'kekhususan', atau sebutlah bonus, pada malam. sebab, di sepertiga atau dua pertiga malam merupakan saat terlelap seseorang beristirahat. Di saat seperti itu, seseorang berjuang melawan kantuk, dan udara dingin yang meninabobokkan. Apalagi bila membayangkan betapa asyiknya orang-orang tertidur.

Tapi, bukankah keikhlasan namanya, ketika seseorang beringsut dan menjauhkan rusuknya dari pembaringan demi beribadah kepada Allah? Keikhlasan, menjadi sesuatu yang tak ternilai, karena sudi menyisihkan kantuk. Padahal siapakah yang melarang kita tertidur ketika IA sendiri memberikan malam untuk beristirahat. Di tengah konteks demikian, betapa dalam makna ikhlas, ketika kita sudi terjaga di tengah kebeningan malam di saat khusyuk lebih mudah teraih (lihat QS 73:6).

Tak mengherankan, Allah mengganjar keikhlasan hamba-hamba-Nya yang sudi menjauhkan rusuknya, dari pembaringan. Tak sekadar turun ke lapis langit terendah dan mengabulkan doa hamba-Nya yang masih beribadah, IA pun memberikan ketenangan batin. Bukankah ketenangan batin pun merupakan tempat terpuji ketika orang-orang, di hari-hari ini, remuk dan gelisah oleh ambisi duniawi?

Minggu, 08 Juni 2008

TEMUKAN DIRIMU DALAM SEPI


Disebuah pabrik penggilingan padi, terjadi kegaduhan. Jam tangan milik seorang karyawannya terjatuh ke dalam tumpukan dedak (kulit padi). Dengan dibantu teman temannya, sang pemilik jam mencari, mengaduk dan mencarai-beraikan tumpukan dedak. Alhasil, sang jam tak ditemukan, detaknya tak terdengar ditingkahi deru mesin giling.

Saat jam istirahat, sang pemilik jam dan teman-temannya makan siang. Dilihatnya seorang anak kecil jongkok ditumpukan dedak yang telah tercerai berai. Dengan seksama ditajamkan pendengarannya, disatukan irama tubuhnya dan difokuskan penglihatannya. Sedetik disibaknya tumpukan dedak, diambilnya sebuah jam tangan tua dari dalamnya.

Dengan keheranan sang pemilik jam yang sejak tadi memperhatikannya, bertanya, bagaimana dia seorang diri bisa menemukan jam itu, sedang ia dengan teman-temannya tak bisa menemukan.

“Bapak dan teman-teman bapak mencarinya ditengah keramaian, kesibukan dan waktu yang semakin menghimpit. Sedang saya mencarinya seorang diri, cukup saya diam dalam hening, kudengar detak detak jarum jam, disitulah jam bapak terbenam” jawab sang anak ringan.

Saudaraku, keheningan adalah milik kita yang semakin lama semakin hilang dari kehidupan kita. Kesibukan yang terus menerus, rutinitas yang semakin menjemukan, tuntutan kehidupan yang semakin mencekik, dan target atasan yang semakin tak manusiawi. Sering membuat kita abai terhadap diri untuk merenung, mengheningkan diri. Merangkai kelembutan-kelembutan dalam kehidupan kita, mempertanyakan sejauh mana diri menjadi berarti dan bermakna bagi kehidupan sekitar, melihat bekal yang akan kita bawa menuju perjalan pulang kerumah-Nya.