Kamis, 22 April 2010

SEDEKAH YG TERLUPAKAN

Suatu hari, seorang tokoh sufi, Ibrahim bin Adham, berjalan-jalan di pasar. Dia tidak ingin berbelanja sesuatu, Cuma ingin melihat-lihat keramaian pasar. Disaat sedang asyik menikmati riuh rendahnya pasar, tiba-tiba, ada yang mendesak dari dalam perutnya untuk mencari wc. Dengan tergesa-gesa Ibrahim bin Adham menuju wc umum, dan dilihatnya setiap orang yang hendak masuk wc harus membayar dulu ke penjaganya.

Saat Ibrahim hendak masuk wc tanpa membayar terlebih dahulu, ia dicegat oleh penjaga. “Saudaraku, kau harus bayar dulu, baru bisa masuk wc” cegat sang penjaga. “Maaf, saudaraku, aku tidak hendak belanja, makanya aku tidak membawa uang sepeserpun, tolonglah, aku sudah tidak tahan nih” jawab Ibrahim memelas. “Maaf saudaraku aku tidak bisa melayanimu” tegas sang penjaga dengan memasang wajah sangar.

“Saudara, kalo hanya untuk masuk rumah jin (wc) saja aku harus membayar 1000, lalu berapa yang harus kubayar saat hendak masuk rumah Allah (masjid)” tukas Ibrahim bin Adham seraya ngeloyor pergi.

Serupa dengan cerita diatas, alkisah seorang preman yang baru merampok bank, berjalan terhuyung-huyung di depan sebuah diskotik, setengah teler rupanya. Ketika melintasi seorang pengemis tua yang menadahkan tangan, dia berhenti sejenak. Diambilnya receh dikantong, dan dilemparkan keaspal didepan pengemis. Sebelum ngeloyor pergi, sang preman berkata, “doakan masuk surga ya”. Dengan senyum pahit, sang pengemis menjawab, “Keneraka saja bayar ratusan ribu, ini cepek kok minta masuk surga”.

Cerita diatas mungkin hanyalah cerita pengisi waktu kosong yang tidak berarti apa-apa bagi kita. Tapi, yuk kita coba rehat dan duduk sejenak, mencari butir-butir hikmah didalamnya. Atau sambil minum kopi di café, boleh juga saat nangkring diatas wc. Dimana sajalah terserah anda enaknya.

Kadang untuk sebuah kesenangan dan pemuas keinginan, tidak terpikir dan tanpa pertimbangan begitu besar uang yang kita keluarkan. Berapa ratus ribu yang harus kita keluarkan untuk dugem, puluhan krat botol minuman keras dibeli hanya sekedar untuk mabuk, berapa lembar ribuan yang harus diselipkan disela bh para hostest saat goyang di diskotek. Pokoknya pengen senang sampai pagi sekalipun bayar, bayar dan bayar.

Tapi pernahkah kita melongok isi kotak infaq di masjid tempat kita jum’atan, terlihat jelas dasar kotaknya. Andaikan ada uang, itupun receh atau lembar ribuan yang bisa dihitung dengan jari. Ironis bukan.

Mengapa kita begitu berat mengeluarkan uang untuk kesenangan yang lebih abadi nanti? Mengapa kita selalu memikirkan dan ingat apa yang kita keluarkan untuk kebaikan dan manfaat bagi orang lain. Sedang untuk foya-foya tanpa makna, kita seakan lupa.

Mungkin kita perlu melihat pekarangan hati kita yang banyak ditumbuhi semak berduri, semak yang bernama serakah, ego dan lupa diri. Semak dan perdu ini membuat kita merasa berat dan nggak ikhlas dalam beramal sholeh. Yuk kita lakukan kontemplasi diri, membersihkan pekarangan hati kita dari segala yang merintangi pandangan kita kepada Dia, Tuhan yang paling kita kasihi.

Saat melakukan sedekah dan amal sholeh lainnya, cobalah untuk membuang pikiran dan memori kita sebagaimana saat kita berfoya-foya. Lakukan dengan totalitas dan ikhlas. Mungkin itu dapat membuat kita merasa ringan saat ingin bersedekah lagi, dan lagi.

“Saat hizab nanti, semua pengeluaran kita akan ditanyakan oleh Allah, kecuali sedekah” kata Fatani, seorang sufi tua.

“Mengapa Allah tidak menanyakan sedekah kita” Tanya muridnya.

“Karena Tuhan malu untuk menanyakannya” jawab sang sufi.

“Mengapa musti malu, bukankah Dia tuhan”

“Dia takut tidak mendapat jawaban, karena orang yang ikhlas beramal tidak akan mengingat-ingat apa yang di sedekahkan”

Berikan dengan tangan kananmu, tapi jangan sampai tangan kirimu tahu, begitu petuah orang tua kita. Yuk sedekah.

Tidak ada komentar: