Rabu, 18 Maret 2009

BAJU YANG MENIPU


Disuatu pagi yang cerah, sepasang suami istri berjalan bergandengan tangan menaiki tangga sebuah universitas ternama. Harvard University di Texas, Amerika Serikat. Baju sederhana dengan warna yang mulai pudar oleh waktu, terlihat kontras dengan baju mahasiswa sekitarnya yang lalu lalang. Mereka disambut sekretaris universitas, seorang gadis manis dan perlente. Melihat baju sederhana yang dikenakan pasangan tersebut, sang sekretaris memperlihatkan wajah yang kurang sedap.
“Kami ingin bertemu dengan pimpinan universitas” kata sang istri dengan senyum mengembang.
“Beliau sedang sibuk, tidak bisa diganggu. Apakah ibu sudah membuat janji?” Tanya sekretaris dengan wajah penuh tanya. “Ah…ada urusan apa mereka dengan pimpinan” detak tanya berdentang di hati si sekretaris.
“Belum, tapi kami akan menunggu” jawab sang suami.
“Selama empat jam” tukas sang sekretaris, sambil berharap sepasang suami-istri membatalkan keinginannya.
Waktu merambat perlahan, detik demi detik, menit demi menit, tak terasa sudah empat jam sepasang suami istri itu menunggu. Dengan merengut sekretaris menelpon pimpinannya.
Tak lama, nampak seorang lelaki paruh baya, berkacamata tebal mendatangi suami-istri tersebut. Melihat baju sederhana dan warna pudar yang dipakai pasangan tersebut, lelaki itu memasang wajah masam.
“Saya pimpinan universitas ini. Ada apa gerangan bapak-ibu mencari saya” Tanya si pemimpin.
Dengan wajah sendu sang istri menjawab, “dulu anak kami satu-satunya, ingin sekali kuliah di tempat ini, dan dengan usaha yang keras, dia akhirnya bisa kuliah ditempat yang selalu ia impikan ini. Namun, kini dia tak bisa lagi kuliah disini, karena setahun yang lalu dia mengalami kecelakaan dan meninggal”
“Lalu apa hubungannya dengan kami” Tanya sang pemimpin.
“Sekarang genap setahun dia meninggalkan kami, kami ingin ada sesuatu yang bisa kami sumbangkan ke universitas ini untuk mengingat dia” jawab sang istri.
“Wah, kalau setiap yang meninggal harus dibuatkan tugu atau monument ditempat ini, maka, universitas ini akan menjadi komplek kuburan” tegas sang pemimpin menunjukkan ketidaksukaannya.
“Oh tidak, kami tidak ingin membangun tugu atau monument di sini. Mungkin kami bisa membuatkan gedung dengan memakai namanya” jelas sang suami datar.
“membangun gedung” sang pemimpin heran. “Untuk membangun universitas ini, kami membutuhkan dana US $ 75.000,-“ ungkap sang pemimpin, dengan harapan pasangan itu segera meninggalkan dirinya.
“Kalau Cuma segitu, kenapa tidak kita dirikan sendiri saja sebuah universitas” kata sang istri kepada suaminya. Dengan wajah bingung dan heran, sang pemimpin memandangi kepergian pasangan tersebut.
Tak lama pasangan suami istri itu pindah ke kota California, mereka membangun sebuah universitas, Stanford University. Sebuah universitas papan atas ternama di amrik, bahkan di dunia.
Sahabat, dalam keseharian, kadang kita terpesona oleh baju orang lain. Mahal, mewah, modis atau bermerek. Sering kita menilai seseorang dari baju yang mereka pakai. Versace, dior, prada, si martin dan seabrek merk baju lainnya sering membutakan mata dan pikiran sehat kita. Sehingga, terhadap mereka yang sederhana, kita sering berburuk sangka terlebih dahulu.
Apalah arti sebuah baju, padahal itu cuma bungkus. Yang lebih utama adalah pribadi dibalik baju. Kadang mereka yang berbaju sederhana adalah pribadi-pribadi berhati emas.

Tidak ada komentar: