Rabu, 18 Maret 2009

KEADILAN TUHAN


Dipagi yang cerah, Musa, sang rasul, bertemu dengan Tuhan. “Tuhan, tunjukkanlah padaku keadilan-Mu” pintanya.
“Kau tak akan sanggup dan tak akan sabar untuk melihatnya” jawab Tuhan.
“Aku akan berusaha untuk sabar, Tuhan” tegas Musa.
“Baiklah, akan kuperlihatkan, sekarang pergilah kau ke timur, nanti akan menemukan sebuah sumur, sembunyi dan perhatikan apa yang terjadi disitu.” perinta Tuhan kepada Musa.
Musa pun berjalan kearah matahari terbit. Selepas siang dilihatnya seorang lelaki berkuda jantan. Dilhatnya sedang berhenti di sebuah sumur di simpang jalan. Setelah minum dan beristirahat sebentar, sang lelaki itupun pergi dengan menaiki kudanya. Tanpa sadar dia meninggalkan sekantung uang emas. Musa ingin untuk memberi tahu lelaki itu, namun urung.
Tak lama berselang, datanglah anak lelaki belasan tahun. Diapun berhenti di sumur untuk minum dan duduk beristirahat sebentar. Setelah dirasa cukup, anak kecil itupun melanjutkan perjalanan, dan dibawanya pula sekantung uang emas sang lelaki yang tertinggal sebelumnya. Dengan marah Musa mengelus dada dan ingin menghardik anak tersebut. Namun niat itu dibatalkan.
Satu jam kemudian, datanglah seorang lelaki tua yang buta. Lelaki tua itupun berhenti di sumur dan meminum air sepuasnya. Belum selesai dia minum, datanglah lelaki berkuda yang ketinggalan uangnya tadi. Ketika dilihatnya seorang lelaki tua buta sedang minum di sumur, diapun bertanya dengan nada keras.
“Lelaki tua, mana kantung uangku yang tadi tertinggal” Tanya sang lelaki berkuda.
“aku tidak tahu, aku baru saja sampai disini” jawab lelaki tua.
“Jangan banyak alasan, serahkan kantung uangku, kau simpan dimana” hardik lelaki berkuda marah.
“Tidakkah kau lihat, mataku buta, bagaimana aku bisa melihat uangmu, apalagi menyimpannya” ujar lelaki tua.
“Apa kau kira untuk mengambil kantung uang di depanmu perlu mata, tanpa melihapun kau tahu kalau itu uang” bentak sang lelaki berkuda sambil menghunus pedangnya. Karena marah yang membakar ubunnya, sang lelaki berkuda itupun membunuh lelaki tua yang buta itu. Setelah menggeledah namun tak ditemukan uang sepersenpun. Lelaki itu pergi.
Musa yang memperhatikan kejadian itu sejak awal, marah bukan main. “ Tuhan cukup sudah, keadilan macam apakah ini, tolong jelaskan” teriak Musa.
Dalam sekejap datanglah Jibril, “aku diutus Tuhan untuk menjelaskan apa yang kau lihat”
“Musa, sudah kukatakan bahwa kau tak akan mampu menahan sabar untuk menyaksikan keadilan-Ku” kata Jibril..
“Ketahuilah Musa, sekantung uang emas itu adalah hak anak lelaki tadi. Dulu ayahnya pernah bekerja kepada lelaki berkuda itu. Namun, lelaki berkuda itu telah mendzoliminya dengan tidak membayar upahnya. Dan uang itu sama nilainya dengan upah ayah anak lelaki tadi, dia cuma mengambil haknya. Sedang orang tua buta tadi adalah mantan perampok yang membunuh ayah anak lelaki yang mengambil uang tadi. Dia terbunuh karena telah membunuh orang lain tanpa alasan. Itulah keadilan-Ku Musa.” papar Jibril.
Saudaraku ketahuilah, keadilan Tuhan berlaku dalam hidup ini, bahkan di alam akherat nanti, ketika setiap jiwa sibuk dengan pertanggung jawaban dirinya dan tak ada pembela bagi yang lain. Karena kedzoliman (ketidak adilan) yang terjadi di sekeliling kita akan mengguncang arazy Tuhan. Dan Tuhan pun sebagai dzat yang maha adil akan mengadilinya seadil-adilnya.
Nah. Kalau keadilan Tuhan seperti itu halnya, mengapa kita masih asyik dengan kedzoliman (ketidak adilan) kita. Baik yang disengaja atau tidak kita sadari. Kalau balasan dari Tuhan di dunia ini begitu dekat dan tanpa kita sadari, tentunya kita harus hati hati dalam melangkah dan berbuat, berbicara dan berprasangka.
Masih mending kalau balasan atau peringatan dar Tuhan dapat kita terima di dunia ini, selagi kita masih menarik nafas. Artinya masih ada waktu untuk bertobat dan memperbaiki diri. Bayangkan kalau balasan itu kita terima di akherat. Ketika dimensi waktu adalah nol. Tidak ada waktu untuk bertobat, minta maaf dan memperbaiki keadaan. Kita akan sengsara menanggung akibat perbuatan tidak adil kita selamanya.

Tidak ada komentar: