Minggu, 09 Mei 2010

SANG JAGUAR MERAH


Nguuuunnggg... wwuuuusssss.....wuuusssss.....
Derung mobil jaguar merah yang masih baru melaju kencang di sebuah jalan kecil. Si pengendara, seorang penusaha muda yang sukses, seakan tak peduli dengan kondisi sekitar yang banyak mobil parkir, orang lalu lalang dan anak kecil. Sang pengusaha muda ingin menunjukkan kesuksesannya kepada setiap mata yang kagum melihat bagus dan kencang si jaguar merah.
Bukk..... ciiiiittttt...!
Tiba-tiba sang jaguar berhenti mendadak, sang pengendara, pemuda parlente, turun dengan tangan terkepal, dahi berkerut dan sorot mata yang memerah. Dilihatnya ada goresan kecil dipintu mobil akibat timpukan sebuah batu. Dengan marah yang menggumpal di dada, sang pengusaha sukses menhampiri seorang anak kecil berumur 7 tahun. Dipegang dengan kencang tangan sianak, tamparan pun siap melayang.
“maaf pak, maafkan saya” hiba si anak.
“mengapa kau lempar batu jaguarku, lihat akibatnya” sergah pengusaha.
“ maaf... saya benar-benar minta maaf. Saya tidak tahu akan begini jadinya. Saya melempar batu karena tidak ada yang mau berhenti. Saya butuh pertolongan menganggkat kakak saya” jelas si anak.
Dilihatnya seorang anak berumur 10 tahunan tegeletak di pinggir jalan, di dekatnya teronggok sebuah kursi roda usang. Si anak itu meringis kesakitan. Dada si pengusaha muda terkesiap. Nanar matanya memandang apa yang terjadi didepannya.
“kakak saya lumpuh, tadi dia terjatuh dari kursi rodanya, sedangkan saya tak kuat mengangkatnya. Saya sudah minta tolong beberapa pengendara yang lewat, tapi mereka tak mau berhenti. Makanya saya melempar batu dengan harapan ada yang mau berhenti dan menolong kakak saya”
Dengan diam sang pengusaha menolong menaikkan anak lumpuh itu. Mereka pun segera berlalau menyusuri jalanan berbatu berdebu. Sang pengusaha hanya diam, bimbang dan serba salah. Sekilas dilihatnya goresan di pintu merah jaguar. “ahh, biarlah jadi kenangan, tak akan kuhapus goresan itu”
Semenjak itu, kemanapun jagur merah pergi, goresan di pintu masih terlihat jelas. Setiap memandang goresan itu, sang pengusaha sukses selalu tercenung. Goresan di pintu itu telah menggores hatinya.
Saudaraku. Kadang kesuksesan yang kita raih, karier yang melangit dan harta berlimpah membuat kita berlari kencang, ngebut tanpa peduli sekeliling kita. Kita jadi abai dengan mereka yang terlantar, kemiskinan yang menganga dan tangis yang menyembul di sela rusuk yang kurus.
Terkadang dalam agama pun kita berlari kencang, shalat sepenuh malam, haji dan umroh setiap tahun bahkan itikaf setiap akhir ramadhan. Kita ngebut bak di jalan tol untuk mengejar sorga. Keasyikan itu membuat kita abai terhadap sekeliling kita. Tetangga yang miskin, saudara yang kekurangan bahkan terhadap mereka yang butuh pertolongan kita seakan tak peduli. Kita terlalu sibuk dan asyik dengan dunia kita, dengan aktifitas kita dan ambisi pribadi kita. Bukankah sejelek-jelek orang adalah mereka yang tidur kekenyangan sedang tetangganya kelaparan.
Sampai suatu saat, sebuah batu menimpuk kita untuk mengingatkan kita agar berhenti dan menengok sejenak kesekeliling kita. Tuhan menegur kita dengan berbagai bahasa dan cara. Agar kita lebih peduli kepada sesama, menolong mereka yang kesusahan dan berempati terhadap mereka yang terlantar.
Bukankah setiap shalat selalu diawali dengan takbir, membesar Dia, dan diakhiri dengan salam sambil menengok kekanan dan kekiri. Tuhan seakan memerintahkan kita agar peduli kepada sesama di kanan kiri kita, tidak hanya melulu dalam dunianya. Tuhan telah melihat bahwa kau udah ibadah dan memenuhi kewajiban padaNya, tapi mbok ya dilihat juga tetangga kanan-kiri, sudara, sanak family, bahkan sesama manusia yang butuh pertolongan. Bukankah shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Apakah bukan sebuah kekejian dan kemungkaran pabila kita seenaknya ngebut tanpa menghiraukan mereka di sekitar kita. “Khorun naas, amfa’ahum linnas” sebaik baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain.
Yuk, kita rehat sejenak, meminggirkan kendaraan dan melihat jejak kebelakang. Apakah kita sang pengendara jaguar merah itu, atau emang sudah tidak ada kepedulian dihati kita, hati yang kering dan mati, hati yang keras sekeras batu hitam, hati yang tak pernah tersirami hujan hidayah dan air mata cinta. Atau, mungkin kita sudah tak memiliki hati, kalau itu yang terjadi, berarti kita harus berdoa minta hati padaNya.

Tidak ada komentar: