Jumat, 23 Mei 2008

Aku Letih


aku letih” guman sang hati pelan, bergema di sudut-sudut dinding dada. Hidup hanyalah sebuah rutinitas yang kehilangan makna. Kehidupan semakin tak ramah, dan menampakkan wajah yang tidak manusiawi, sangar dan kejam.

Surabaya, tempatku menjalani sekeping kehidupan, sebuah kota metropolis yang berlari mengejar mimpi dan angan semu demi sebuah tropi dan puji. Dan, aku hanya sebuah noktah dari jutaan titik dan noda dalam sebuah kanvas metropolita. Entah tanpa sadar atau ikut-ikutan, aku ikut berlari dan berlari, bekerja dan bekerja demi sebuah mimpi yang semakin jauh tak terjangkau.

mengapa aku cepat letih sekarang” kulihat bayang-bayang semakin lemah dan ringkih ditempa deru bis kota dan bemo. Memang, manusia di kota besar terbagi menjadi dua, orang kecil dan orang elit. Orang kecil diwakili oleh bus kota dan bemo serta sepeda motor, mereka seenaknya aja berkendara tanpa peduli keselamatan dan kenyamanan orang lain. Dan sebagai orang kecil, aku harus rela berdesakan bak ikan pindang didalam bis kota. Dan, orang besar diwakili mobil-mobil mewah yang berseleweran di jalan, mereka dengan seenaknya memakai jalan, karena alasan terburu waktu dan bisnis.

Rutinitas yang semakin kehilangan makna, membuat diri menjadi cepat lelah, labil dan lemah. Padahal banyak kelembutan-kelembutan diseketar kita, senyum manis istri tercinta, rajuk manja anak-anak tersayang, tangis penderitaan orang-orang terlantar yang menyembul dari rusuk-rusuk kurus mereka, atau tangis sesal kepada Tuhan diakhir malam. Semua itu kelembutan-kelembutan yang menjadikan hidup lebih berwarna dan bermakna.

Mungkin semuanya kembali kepada niat tulus dihati kita yang paling dalam (fuad). Apakah mengisi kehidupan ini diniatkan untuk mencari puji, prestasi dan tropi semata. Apakah hidup hanya untuk mengejar sejuta materi bak orang membuang air di tempayan demi mengharap air hujan. Bila itu yang kita niatkan, mungkin hidup kita menjadi roda mesin industri yang tak kenal kasih.

Dalam hidup, kita sering mengalami kegagalan dan kekalahan. Apabila tiada niat yang ikhlas, hati yang bersih dan amal yang suci, kita akan selalu mengalami kekecewaan demi kekecewaan. Kekecewaan terhadap hidup yang terus berulang dan berulang, bisa membawa kita pada muara kekecewaan terhadap Sang Pemberi Kehidupan, Tuhan. Tak terasa doa kita akan semakin kering dan palsu. Doa bukan lagi sebagai pengakuan dosa, tapi cercaan pada sang kuasa. Doa bukan lagi lagu indah tangis penuh haru, tapi tuntutan-tuntutan yang harus segera dipenuhi. Doa bukan lagi permintaan penuh harap, tapi ultimatum. Bila itu yang terjadi, akankah hilang, dimanakah indahnya rona kehidupan, syahdunya kerinduang sang pencari cinta di akhir malam dan dimanakah kemustajaban doa-doa.

Atau kita harus merevesi ulang niat hati kita untuk lebih lurus dan suci. Sekecil apapun upaya kita dalam mengisi hidup, jadikan sebagai ladang pengabdian dan amal sholeh terhadap sekitar kita, bahkan sebagai bentuk ibadah dan cinta kita kepada Tuhan. Insya Allah hidup akan menjadi lebih bermakna dan bergairah, hidup mengharu biru dalam kebahagian penuh canda dan cinta kasih, bak nyanyian burung bulbul di taman bunga mawar.

Tidak ada komentar: