Senin, 05 Mei 2008

ANJING

Anjing loe” makian gaya jakarte, apalagi di dunia kriminal. Anjing mungkin hanya di dunia kriminal punya tempat terhormat, antara mereka kalo ketemu sering teriak “ Anjing loe, kemana aje”. Mungkin semacam salam yang hangat dalam dunia orang baik-baik, tuk mencairkan suasana agar lebih hangat dan familiar.

Ironisnya, di dunia orang yang ngaku sebagai umat yang baik-baik, anjing adalah makhluk paling hina dan najis. “Ati-ati ada anjing lewat, timpuk aja pake batu” teriak mereka saat melihat anjing. Anjing dilarang memasuki gang ataupun kampung orang baik-baik. Bahkan untuk menakuti pengemis ataupun peminta sumbangan, dipagar rumah kita tulis “AWAS ANJING GALAK”.

Anjing adalah lambang orang yang serakah, tak tahu malu dan suka menjilat (kacung). Anjing juga jadi lambang orang alim yang tak peduli baik dan buruk dalam mengejar materi dan kepuasan hidup. Anjing adalah lambang makhluk yang hina, najis dan kotor, bahkan bila tersentuh, harus dicuci hingga 7 kali.

Kasihan si anjing, jadi ikon sesuatu yang jelek dan jahat. Padahal, didunia kepolisian dan militer, yang notabene penegak kebaikan, anjing adalah peliharaan yang sangat berguna. Anjing adalah makhluk pintar yang disiplin, setia dan jujur. Anjing selalu melaksanakan perintah tuannya bahkan kesetiaannya patut diacungi jempol.

Dalam dunia sufi, anjing memiliki tempat terhormat. Ingatlah kesetiaan anjing dalam cerita ashabul kahfi, yang rela menjaga tuannya selagi tidur, hingga si anjing berubah jadi tulang belulang selama ratusan tahun. “Jadilah seperti anjing dalam kesetiaan hidup” sebuah hikmah yang menunjukkan kelebihan dari seekor anjing. Makanya, jangan cepat cepat tersinggung kalau kita disebut anjing, bisa jadi sipemanggil sedang memuji kesetiaan kita.

Pernah suatu saat, seorang alim berkunjung ke rumah tokoh sufi. Dilihatnya sang sufi sedang sibuk memberi minum susu segerombolan anjing liar dan kurus, bahkan beberapa diantaranya kudisan. Dengan heran si alim bertanya “Mengapa kau beri anjing itu minum”. Sang sufi menjawab “Karena di rumah inilah mereka mendapat perhatian dan kasih sayang sebagai sesama makhluk Tuhan”.

Ahmad ibn Hanbal, seorang imam mahzab terkenal, menulis dalam bukunya, Az Zuhd. Beliau pernah bersua dengan seorang tokoh sufi besar, Malik ibn Dinar, berjalan bersama anjing. “Mengapa kau berjalan bersama anjing” Tanya sang imam keheranan. “ Anjing ini bisa menjadi teman yang baik daripada teman manusia yang buruk” jawabnya penuh kasih.

Tidak ada makhluk yang memonopoli kebaikan, bahkan manusia sekalipun. Tidak ada makhluk yang memonopoli kejelekan kecuali setan. Sejelek-jelek anjing, dia adalah makhluk Tuhan yang diwarnai kejelekan dan kebaikan, sebagaimana kita, manusia. Pasti ada setitik keindahan dan setetes hikmah dibalik tubuhnya yang jelek, kotor dan najis. Suatu saat, Nabi Isa As. berjalan bersama para sahabatnya, dilihatnya bangkai seekor anjing tergeletak di pinggir jalan. “Busuk sekali bau binatang hina ini” kata sahabatnya. “Lihatlah giginya, begitu putih “ tukas Nabi Isa as.

Memang, masih ada setitik keindahan, setetes hikmah dari setiap kejelekan. Semoga kita bisa menarik hikmah dan menikmati keindahan itu.

Tidak ada komentar: